Aula Simfonia Jakarta akan mengadakan pementasan spesial berupa piano recital dari Sdri. Aileen Gozali. Aileen saat ini merupakan murid pada Cleveland Institute of Music, US di bawah arahan Antonio Pompa-Baldi. Ia memulai pementasan piano solo pada usia 12 tahun. Saat ini ia berusia 19 tahun. Ia pernah memenangkan sejumlah kompetisi nasional dan internasional. Antara lain First Prize dalam kategori terbuka pada Young Pianist Competition, Singapore; the Encouragement Award dalam the 8th International Chopin Piano Competition in Asia (Japan); Silver Prize dalam 3rd ASEAN International Chopin Piano Competition (Junior High School Categor) di Kuala Lumpur. Ia juga memperoleh juara ketiga pada IIYM (2010) International Piano Competition, Kansas, US.
Ia akan memainkan beberapa lagu antara lain:
Pertama, Brahms Variation on a Theme of Paganini (Book 1 & 2). Mengenai Brahms pernah dipublikasikan dalam blog ini pada bagian sebelumnya. Karya ini merupakan karya piano yang digubah oleh Brahms pada tahun 1863 berdasarkan pada karya "Caprice No. 24 in A minor" gubahan Niccolo Paganini. Karya ini dikenal karena kedalaman emosional dan tantangan teknik yang sangat tinggi. David Dubal menggambarkan karya ini sebagai "sebuah legenda dalam literatur piano" dan dianggap sebagai salah satu karya yang amat sulit dalam literatur piano (source: wikipedia).
Kedua, Beethoven Sonata No. 30. Mengenai Beethoven pernah dipublikasikan dalam blog ini pada bagian sebelumnya. Komposisi ini digubah sekitar tahun 1820. Komposisi piano ini merupakan bentuk Sonata yakni komposisi yang terdiri dari beberapa gerakan yang dimainkan oleh satu atau dua alat musik. Sonata ini menyapu pendengar dengan karakter musik yang intim dan dramatis. Karya ini juga menampilkan keindahan melodis dan harmonis. Sonata ini terdiri dari 3 gerakan dan pada gerakan ketiga, terdiri dari 6 variasi (source: wikipedia).
Karya lain yang turut dipentaskan adalah Bach Prelude and Fugue No. 9; Schubert Impromptu No. 3 dan Scriabin Sonata No. 4. Silahkan menghubungi Aula Simfonia Jakarta untuk ticketing.
Senin, 30 Desember 2013
Kamis, 05 Desember 2013
Konser 22 Des.'13: Tchaikovsky Nutracker Suite & Handel Messiah Part 1
Konser Natal Aula Simfonia Jakarta akan dipentaskan pada hari Minggu, 22 Desember 2013 dengan menampilkan 3 karya utama selain Christmas Carols. [Untuk youth, diadakan pada Sabtu, 21 Des, Pk. 17.00 dengan acara yang kurang lebih sama].
Pertama, karya Mozart Eine Kleine Nachtmusik. Sebagian ulasan mengenai Mozart pernah dibahas di bagian lain blog ini. Karya Mozart yang dipentaskan kali ini adalah Serenade No. 13 untuk Strings G Major yang digubah pada tahun 1787. Judul "Eine Kleine Nachtmusik" berarti "A Little Night Music" (Sebuah Musik Malam yang Kecil). Mengenai musiknya, Hildesheimer mengatakan "bahkan bila kita mendengarnya di setiap sudut jalan, kualitasnya yang tinggi bersifat tak terbantahkan, suatu bagian musik yang langka, yang tertuang dari pulpen yang cerah dan bahagia (a light but happy pen)". Dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu karya orkestrasi Mozart yang sangat terkenal.
Kedua, Tchaikovsky Nutracker Suite. Peter Ilich Tchaikovsky (1840-1893) merupakan salah satu komponis Rusia yang sangat terkenal. Ia berkata "Sesungguhnya ada alasan untuk menjadi gila kalau saja tidak ada musik". Bakat musik Tchaikovsky sangat langka karena tak ada jejak-jejak musik dalam keluarganya. Ia menuntut ilmu untuk menjadi pengacara dan kemudian menjadi jurutulis di Kementerian Kehakiman tetapi talenta musiknya muncul setelah mendengarkan musik Mozart Don Giovanni. Pada usia 23 tahun ia mendaftarkan diri di Konservatori St. Petersburg yang baru didirikan oleh Anton Rubinstein. Tchaikovsky adalah orang Rusia pertama yang mendapatkan pelatihan sistematis mengenai dasar-dasar musik.
Temperamen Tchaikovsky yang melankolis dan mawas diri tercermin dengan jelas dalam musiknya. Ia menyayangi ibunya dengan segenap kegairahan sebagai seorang anak yang sangat sensitif. Tatkala ibunya meninggal karena kolera pada waktu ia berusia 14 tahun, emosinya sangat terpengaruh. Menenggelamkan diri dalam musik tatkala dirudung kesedihan merupakan pola dalam hidupnya. Ia bahkan menciptakan beberapa balet yang paling riang pada masa mengalami penderitaan batin.
Kehidupannya diwarnai kekerasan dan naluri seksualitas yang tidak normal. Ia tersiksa oleh homoseksualitasnya. Ia juga menderita epilepsi, migrain, insomnia dan serangan depresi. Hidupnya mengandung semua unsur tragedi namun ia tetap menghasilkan musik dengan gairah yang tak terkendali dan kehidupan yang dipenuhi prestasi artistik yang semakin meningkat.
The Nutcracker Suite merupakan balet malam Natal yang mengisahkan tentang seorang gadis kecil yang bermimpi bahwa hadiah alat pemecah kacang-kacangannya telah berubah menjadi seorang pangeran tampan. Tchaikovsky banyak memperoleh penghiburan dalam penderitaan pribadinya dengan menciptakan musik yang riang dan memikat.
Ketiga, George Frideric Handel (1685-1759). Lain-lain waktu, saya akan menulis lebih banyak mengenai Handel dan karya agungnya Mesias. Satu hal yang penting, Handel berbicara sangat sedikit tentang dirinya semasa hidupnya. Fakta pokok tentang hidupnya adalah musiknya. Ia akan bahagia bila mengetahui bahwa musiknya terutama Messiah, membawa sukacita dan kesenangan bagi banyak orang.
Konser kali ini akan dipimpin oleh 2 Conductor yakni Dr. Stephen Tong dan Eunice Tong Holden, M.Mus.
Dr. Stephen Tong adalah seorang otodidak dalam musik dan hampir dikatakan seperti "ensiklopedia musik yang hidup" karena mengenal begitu banyak komponis, karyanya dan pemusik besar dalam sejarah. Dr. Tong memimpin konser dan paduan suara sepanjang hampir tiga per empat hidupnya.
Conductor kedua, Eunice Tong Holden menyelesaikan Bachelor of Arts in Piano Performance di Calvin College, Grand Rapids, USA dan memperoleh gelar Master of Music in Conducting dari Westminster Choir College, Rider University, USA, di mana ia belajar di bawah Joseph Flummerfelt, Tim Brown, Andrew Meggil, Sun Min Lee, dan James Jordan. Ia pernah memenangkan Calvin Concerto Competition pada 2001 dengan memainkan Mendelssohn Piano Concerto in G Minor diiringi oleh Calvin Orchestra. Sebagai anggota dari Paduan Suara terkenal Westminster Symphony Choir, ia bernyanyi di bawah direksi Pierrre Boulez dari Cleveland Orchestra, Sir Colin Davis, Alan Gilbert dari New York Philharmonic dan sebagainya. Ia pernah memimpin 800 lebih anggota paduan suara dalam KKR Jakarta 2011. Ia juga pernah menjadi conductor untuk berbagai konser: Bach Magnificat, Handel Messiah, Mendelssohn Elijah dan sebagainya.
Ada tiga penyanyi dalam konser ini:
Pertama, Cecilia Yap menyelesaikan studi musik di Conservatorio of Santa Cecilia di Roma Italia di bawah soprano terkenal KS Ann Saldarelli dan Lorraine Nawa Jones Marenzi. Setelah itu ia studi di bawah direktur opera yang terkenal, Marcello Ferroni. Ia adalah pemenang dari 7th International Vocal Competition at Cascina, Italia pada tahun 1994 dan merupakan satu-satunya orang Asia dalam putaran final.
Kedua, Joseph Hu, seorang tenor terkenal berdarah Taiwan dan berdomisili di Amerika. Pada waktu ia mementas dalam pagelaran spekatakuler Madama Butterfly bersama San Diego Opera, ia dijuluki, "a first-rate comprimario tenor". Selain San Diego Opera, ia pernah bernanyi dalam Seattle Opera, Dallas Opera, San Antonio Opera, Israeli Opera in Tel Aviv, Michigan Opera, Cleveland Opera, Tulsa Opera, Syracuse Opera, Cincinnati Opera dan sebagainya. Selain itu, ia pernah bernyanyi untuk karya-karya gubahan Bach, Handel, Mozart bersama Tulsa Philharmonic, San Antonio Symphony dan National Symphony of Taiwan. Ia juga pernah bernyanyi di Carnegie Hall sebagai solois tenor dalam karya besar Requiem dari Mozart.
Ketiga, Anna Koor adalah "lyrical-dramatic mezzo-soprano". Ia merupakan salah seorang dari 10 finalis pada World Chinese Vocal Competition (2000). Anna telah mementas di berbagai negara di Asia dan Australia. Pada tahun 2003, ia diundang sebagai juri dalam 29th West Malaysia National Vocal Competition dan Festa Canzone Art Song Competition, Singapore pada tahun 2005 serta Tan Ngiang Ann Memorial Vocal Competition, Singapore pada tahun 2009. Ia pernah bernyanyi di Asia Tenggara, Australia dan Selandia Baru untuk lagu-lagu seperti St. Paul, Elijah, Messiah, Dixit Dominus dari komponis-komponis bergengsi.
Silahkan klik www.aulasimfoniajakarta.com
Pertama, karya Mozart Eine Kleine Nachtmusik. Sebagian ulasan mengenai Mozart pernah dibahas di bagian lain blog ini. Karya Mozart yang dipentaskan kali ini adalah Serenade No. 13 untuk Strings G Major yang digubah pada tahun 1787. Judul "Eine Kleine Nachtmusik" berarti "A Little Night Music" (Sebuah Musik Malam yang Kecil). Mengenai musiknya, Hildesheimer mengatakan "bahkan bila kita mendengarnya di setiap sudut jalan, kualitasnya yang tinggi bersifat tak terbantahkan, suatu bagian musik yang langka, yang tertuang dari pulpen yang cerah dan bahagia (a light but happy pen)". Dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu karya orkestrasi Mozart yang sangat terkenal.
Kedua, Tchaikovsky Nutracker Suite. Peter Ilich Tchaikovsky (1840-1893) merupakan salah satu komponis Rusia yang sangat terkenal. Ia berkata "Sesungguhnya ada alasan untuk menjadi gila kalau saja tidak ada musik". Bakat musik Tchaikovsky sangat langka karena tak ada jejak-jejak musik dalam keluarganya. Ia menuntut ilmu untuk menjadi pengacara dan kemudian menjadi jurutulis di Kementerian Kehakiman tetapi talenta musiknya muncul setelah mendengarkan musik Mozart Don Giovanni. Pada usia 23 tahun ia mendaftarkan diri di Konservatori St. Petersburg yang baru didirikan oleh Anton Rubinstein. Tchaikovsky adalah orang Rusia pertama yang mendapatkan pelatihan sistematis mengenai dasar-dasar musik.
Temperamen Tchaikovsky yang melankolis dan mawas diri tercermin dengan jelas dalam musiknya. Ia menyayangi ibunya dengan segenap kegairahan sebagai seorang anak yang sangat sensitif. Tatkala ibunya meninggal karena kolera pada waktu ia berusia 14 tahun, emosinya sangat terpengaruh. Menenggelamkan diri dalam musik tatkala dirudung kesedihan merupakan pola dalam hidupnya. Ia bahkan menciptakan beberapa balet yang paling riang pada masa mengalami penderitaan batin.
Kehidupannya diwarnai kekerasan dan naluri seksualitas yang tidak normal. Ia tersiksa oleh homoseksualitasnya. Ia juga menderita epilepsi, migrain, insomnia dan serangan depresi. Hidupnya mengandung semua unsur tragedi namun ia tetap menghasilkan musik dengan gairah yang tak terkendali dan kehidupan yang dipenuhi prestasi artistik yang semakin meningkat.
The Nutcracker Suite merupakan balet malam Natal yang mengisahkan tentang seorang gadis kecil yang bermimpi bahwa hadiah alat pemecah kacang-kacangannya telah berubah menjadi seorang pangeran tampan. Tchaikovsky banyak memperoleh penghiburan dalam penderitaan pribadinya dengan menciptakan musik yang riang dan memikat.
Ketiga, George Frideric Handel (1685-1759). Lain-lain waktu, saya akan menulis lebih banyak mengenai Handel dan karya agungnya Mesias. Satu hal yang penting, Handel berbicara sangat sedikit tentang dirinya semasa hidupnya. Fakta pokok tentang hidupnya adalah musiknya. Ia akan bahagia bila mengetahui bahwa musiknya terutama Messiah, membawa sukacita dan kesenangan bagi banyak orang.
Konser kali ini akan dipimpin oleh 2 Conductor yakni Dr. Stephen Tong dan Eunice Tong Holden, M.Mus.
Dr. Stephen Tong adalah seorang otodidak dalam musik dan hampir dikatakan seperti "ensiklopedia musik yang hidup" karena mengenal begitu banyak komponis, karyanya dan pemusik besar dalam sejarah. Dr. Tong memimpin konser dan paduan suara sepanjang hampir tiga per empat hidupnya.
Conductor kedua, Eunice Tong Holden menyelesaikan Bachelor of Arts in Piano Performance di Calvin College, Grand Rapids, USA dan memperoleh gelar Master of Music in Conducting dari Westminster Choir College, Rider University, USA, di mana ia belajar di bawah Joseph Flummerfelt, Tim Brown, Andrew Meggil, Sun Min Lee, dan James Jordan. Ia pernah memenangkan Calvin Concerto Competition pada 2001 dengan memainkan Mendelssohn Piano Concerto in G Minor diiringi oleh Calvin Orchestra. Sebagai anggota dari Paduan Suara terkenal Westminster Symphony Choir, ia bernyanyi di bawah direksi Pierrre Boulez dari Cleveland Orchestra, Sir Colin Davis, Alan Gilbert dari New York Philharmonic dan sebagainya. Ia pernah memimpin 800 lebih anggota paduan suara dalam KKR Jakarta 2011. Ia juga pernah menjadi conductor untuk berbagai konser: Bach Magnificat, Handel Messiah, Mendelssohn Elijah dan sebagainya.
Ada tiga penyanyi dalam konser ini:
Pertama, Cecilia Yap menyelesaikan studi musik di Conservatorio of Santa Cecilia di Roma Italia di bawah soprano terkenal KS Ann Saldarelli dan Lorraine Nawa Jones Marenzi. Setelah itu ia studi di bawah direktur opera yang terkenal, Marcello Ferroni. Ia adalah pemenang dari 7th International Vocal Competition at Cascina, Italia pada tahun 1994 dan merupakan satu-satunya orang Asia dalam putaran final.
Kedua, Joseph Hu, seorang tenor terkenal berdarah Taiwan dan berdomisili di Amerika. Pada waktu ia mementas dalam pagelaran spekatakuler Madama Butterfly bersama San Diego Opera, ia dijuluki, "a first-rate comprimario tenor". Selain San Diego Opera, ia pernah bernanyi dalam Seattle Opera, Dallas Opera, San Antonio Opera, Israeli Opera in Tel Aviv, Michigan Opera, Cleveland Opera, Tulsa Opera, Syracuse Opera, Cincinnati Opera dan sebagainya. Selain itu, ia pernah bernyanyi untuk karya-karya gubahan Bach, Handel, Mozart bersama Tulsa Philharmonic, San Antonio Symphony dan National Symphony of Taiwan. Ia juga pernah bernyanyi di Carnegie Hall sebagai solois tenor dalam karya besar Requiem dari Mozart.
Ketiga, Anna Koor adalah "lyrical-dramatic mezzo-soprano". Ia merupakan salah seorang dari 10 finalis pada World Chinese Vocal Competition (2000). Anna telah mementas di berbagai negara di Asia dan Australia. Pada tahun 2003, ia diundang sebagai juri dalam 29th West Malaysia National Vocal Competition dan Festa Canzone Art Song Competition, Singapore pada tahun 2005 serta Tan Ngiang Ann Memorial Vocal Competition, Singapore pada tahun 2009. Ia pernah bernyanyi di Asia Tenggara, Australia dan Selandia Baru untuk lagu-lagu seperti St. Paul, Elijah, Messiah, Dixit Dominus dari komponis-komponis bergengsi.
Silahkan klik www.aulasimfoniajakarta.com
(sumber: buku Karunia Musik dan Wikipedia serta sumber-sumber otoritatif lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu).
Rabu, 13 November 2013
Konser 30 Nov. '13: Beethoven Piano Concerto No. 4 & Brahms Symphony No. 1
Aula Simfonia Jakarta kembali mengadakan pementasan spektakuler pada 30 November 2013 ini. Ada dua karya besar yang ditampilkan yakni Beethoven Piano Concerto No. 4 dan Brahms Symphony No. 1. Kita akan melihat sekilas mengenai 2 tokoh dan karyanya ini.
Pertama, Beethoven Piano Concerto No. 4. Karya ini digubah oleh Ludwig van Beethoven (1770-1827), seorang komponis yang percaya bahwa "kebebasan di atas segalanya". Ia menjadi legenda pada masa hidupnya dan keberadaannya mendominasi keseluruhan musik abad ke 19. Beethoven nyaris memuja Goethe, seorang penulis Jerman yang paling terkenal. Seperti si jenius di bidang sastra itu, Beethoven meyakini bahwa seniman memiliki tugas untuk mengungkapkan kegalauan sekaligus kedamaian dalam diri seseorang dan untuk mencari kesempurnaan orang itu sendiri.
Musik Beethoven penuh dengan kontras-kontras yang tajam. Renoir, pelukis asal Prancis, mengamati bahwa Beethoven "sangat tidak sopan dalam caranya mengungkapkan diri kepada orang lain; ia tidak mengecualikan kita dari sakit jantungnya dan sakit perutnya". Musik Beethoven memiliki energi luapan perasaan yang menggila. Musiknya terdengar meletup-letup dan mengundang luapan kegembiraan yang sangat besar dan kemudian tiba-tiba meleleh dalam kelembutan dan kesedihan, lalu kembali meledak dalam kedahsyatan. Ini merupakan pencurahan langsung dari kepribadiannya.
Sebuah review pada bulan Mei 1809 dalam edisi "Allgemeine musikalische Zeitung" menyatakan bahwa Piano Concerto No. 4 yang digubah Beethoven pada 1805-1806 ini merupakan suatu concerto yang paling dikagumi, paling unggul, paling artistik, paling kompleks yang pernah digubah oleh Beethoven" (the most admirable, singular, artistic, and complex Beethoven concerto ever).
Kedua, Brahms Symphony No. 1. Karya ini digubah oleh Johannes Brahms (1833-1897). Symphony yang berdurasi 50 menit ini, menurut Brahms sendiri, ditulis selama 21 tahun, mulai dari sketsa sampai selesai dengan tuntas. Ada dua kemungkinan mengapa hal ini bisa terjadi. Pertama, Brahms adalah seorang yang bersikap sangat kritis terhadap karya-karyanya sendiri sehingga menghilangkan banyak not yang tidak perlu. Hasilnya, ia secara konsisten menelurkan banyak komposisi yang bermutu tinggi. Namun, dampak lain adalah Brahms menjadi orang yang tidak mudah menggubah suatu karya.
Kemungkinan kedua, ada harapan/ ekspektasi dari kawan-kawan Brahms dan publik bahwa ia dapat meneruskan warisan Beethoven untuk menghasilkan karya simfonia dengan derajat yang tinggi dan skop intelektual yang luas. Harapan ini menyebabkan Brahms tidak mudah menghasilkan karya simfonia, mengingat reputasi monumental dari Beethoven.
Piano concerto akan dimainkan oleh pianis handal dari Taiwan, Shu-Wen Chuang dan diiringi oleh Jakarta Simfonia Orchestra yang dipimpin oleh Dr. Stephen Tong. Ms. Chuang merupakan seorang pianis yang sering mementas di Taiwan National Concert Hall. Ia baru saja memainkan piano recital di tempat yang bergengsi itu di Taiwan.
(bahan-bahan ini dicuplik dan diolah dari Jane Stuart Smith & Betty Carlson, "Karunia Musik" [Surabaya: Momentum] dan en.wikipedia.org. Pembaca dapat membeli buku tersebut untuk membaca sejarah dan penjelasan yang komprehensif dari komponis-komponis agung dalam sejarah. Masih banyak hal yang tidak mungkin dimuat dalam blog ini)
Pertama, Beethoven Piano Concerto No. 4. Karya ini digubah oleh Ludwig van Beethoven (1770-1827), seorang komponis yang percaya bahwa "kebebasan di atas segalanya". Ia menjadi legenda pada masa hidupnya dan keberadaannya mendominasi keseluruhan musik abad ke 19. Beethoven nyaris memuja Goethe, seorang penulis Jerman yang paling terkenal. Seperti si jenius di bidang sastra itu, Beethoven meyakini bahwa seniman memiliki tugas untuk mengungkapkan kegalauan sekaligus kedamaian dalam diri seseorang dan untuk mencari kesempurnaan orang itu sendiri.
Musik Beethoven penuh dengan kontras-kontras yang tajam. Renoir, pelukis asal Prancis, mengamati bahwa Beethoven "sangat tidak sopan dalam caranya mengungkapkan diri kepada orang lain; ia tidak mengecualikan kita dari sakit jantungnya dan sakit perutnya". Musik Beethoven memiliki energi luapan perasaan yang menggila. Musiknya terdengar meletup-letup dan mengundang luapan kegembiraan yang sangat besar dan kemudian tiba-tiba meleleh dalam kelembutan dan kesedihan, lalu kembali meledak dalam kedahsyatan. Ini merupakan pencurahan langsung dari kepribadiannya.
Sebuah review pada bulan Mei 1809 dalam edisi "Allgemeine musikalische Zeitung" menyatakan bahwa Piano Concerto No. 4 yang digubah Beethoven pada 1805-1806 ini merupakan suatu concerto yang paling dikagumi, paling unggul, paling artistik, paling kompleks yang pernah digubah oleh Beethoven" (the most admirable, singular, artistic, and complex Beethoven concerto ever).
Kedua, Brahms Symphony No. 1. Karya ini digubah oleh Johannes Brahms (1833-1897). Symphony yang berdurasi 50 menit ini, menurut Brahms sendiri, ditulis selama 21 tahun, mulai dari sketsa sampai selesai dengan tuntas. Ada dua kemungkinan mengapa hal ini bisa terjadi. Pertama, Brahms adalah seorang yang bersikap sangat kritis terhadap karya-karyanya sendiri sehingga menghilangkan banyak not yang tidak perlu. Hasilnya, ia secara konsisten menelurkan banyak komposisi yang bermutu tinggi. Namun, dampak lain adalah Brahms menjadi orang yang tidak mudah menggubah suatu karya.
Kemungkinan kedua, ada harapan/ ekspektasi dari kawan-kawan Brahms dan publik bahwa ia dapat meneruskan warisan Beethoven untuk menghasilkan karya simfonia dengan derajat yang tinggi dan skop intelektual yang luas. Harapan ini menyebabkan Brahms tidak mudah menghasilkan karya simfonia, mengingat reputasi monumental dari Beethoven.
Piano concerto akan dimainkan oleh pianis handal dari Taiwan, Shu-Wen Chuang dan diiringi oleh Jakarta Simfonia Orchestra yang dipimpin oleh Dr. Stephen Tong. Ms. Chuang merupakan seorang pianis yang sering mementas di Taiwan National Concert Hall. Ia baru saja memainkan piano recital di tempat yang bergengsi itu di Taiwan.
(bahan-bahan ini dicuplik dan diolah dari Jane Stuart Smith & Betty Carlson, "Karunia Musik" [Surabaya: Momentum] dan en.wikipedia.org. Pembaca dapat membeli buku tersebut untuk membaca sejarah dan penjelasan yang komprehensif dari komponis-komponis agung dalam sejarah. Masih banyak hal yang tidak mungkin dimuat dalam blog ini)
Jumat, 11 Oktober 2013
Konser 20 Okt. '13: Piano Recital Ananda Sukarlan
Aula Simfonia Jakarta kembali mengadakan pementasan spektakuler dengan Piano Recital Ananda Sukarlan, pada Minggu, 20 Oktober 2013. Berikut profil lengkap Ananda Sukarlan yang diambil dari Ensiklopedia Tokoh Indonesia.
Pianis handal dengan reputasi internasional ini kerap tampil solo atau terlibat dalam konser simfoni orkestra di seluruh penjuru Eropa. Musiknya telah banyak ditulis sebagai bahan disertasi dan tesis doktoral di beberapa universitas di 3 benua. Pianis yang menetap di Spanyol ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam buku "The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century", yang berisikan riwayat hidup 2000 orang yang dianggap berdedikasi pada dunia musik.
Dari sekian banyak pemusik papan atas Indonesia yang ingin go international, beberapa dari antara mereka ada yang sudah mencapai impiannya tersebut, meski tanpa publikasi berlebihan. Salah satunya adalah seorang pianis klasik asal Indonesia yang kehebatannya sudah diakui dunia bernama Ananda Sukarlan.
Pianis handal dengan reputasi internasional ini kerap tampil solo atau terlibat dalam konser simfoni orkestra di seluruh penjuru Eropa. Musiknya telah banyak ditulis sebagai bahan disertasi dan tesis doktoral di beberapa universitas di 3 benua. Pianis yang menetap di Spanyol ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam buku "The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century", yang berisikan riwayat hidup 2000 orang yang dianggap berdedikasi pada dunia musik.
Dari sekian banyak pemusik papan atas Indonesia yang ingin go international, beberapa dari antara mereka ada yang sudah mencapai impiannya tersebut, meski tanpa publikasi berlebihan. Salah satunya adalah seorang pianis klasik asal Indonesia yang kehebatannya sudah diakui dunia bernama Ananda Sukarlan.
Musisi kelahiran Jakarta, 10 Juni 1968 ini mengaku terjun ke dunia musik secara tak sengaja. Bungsu dari tujuh bersaudara yang akrab disapa Andy ini lahir dan tumbuh bukan di keluarga pemusik. Ayahnya Letkol Sukarlan adalah seorang tentara sedangkan ibunya Poppy Kumudastuti berprofesi sebagai dosen di IKIP. Keenam kakaknya pun tidak ada yang memilih seni musik sebagai jalan hidupnya. Bahkan di masa kanak-kanaknya, ia sempat bercita-cita menjadi petugas pemadam kebakaran.
Andy mulai tertarik pada musik khususnya piano setelah sering mendengarkan salah seorang kakaknya yang bernama Martani Widjajanti memainkan piano. Kakaknya itulah yang kemudian menjadi guru piano pertama Andy. Selain itu, Andy kecil juga suka mendengarkan musik klasik dari piringan hitam teman orangtuanya yang pulang ke Belanda.
Andy mulai tertarik pada musik khususnya piano setelah sering mendengarkan salah seorang kakaknya yang bernama Martani Widjajanti memainkan piano. Kakaknya itulah yang kemudian menjadi guru piano pertama Andy. Selain itu, Andy kecil juga suka mendengarkan musik klasik dari piringan hitam teman orangtuanya yang pulang ke Belanda.
Saat duduk di bangku SMP, keinginan Andy untuk menjadi pianis semakin kuat. Untuk itu, Andy menuntut ilmu di Yayasan Pendidikan Musik Indonesia, di bawah bimbingan Soetarno Soetikno dan Rudy Laban. Untuk menambah referensi, Andy juga gemar menonton konser yang kerap digelar di Erasmus Huis, Taman Ismail Marzuki, dan hotel-hotel berbintang.
Karena nilainya tak cukup untuk kenaikan kelas, ia drop out. Andy pun harus menghadapi ejekan dari teman-temannya. Namun Andy tidak terbawa keadaan. Kebulatan tekadnya untuk menjadi seorang pianis hebat sudah begitu menggebu sehingga mengalahkan semua aral dan rintangan. Semua ejekan dan hinaan disikapi bagai angin lalu. "Saya tidak pernah memikirkan saya berbakat atau tidak. Saya kira kalau kita ingin sesuatu jalani saja, pasti nanti Tuhan membantu," ucap Andy.
Doa dan tekad Andy mulai mendapat jawaban. Pada tahun 1986, setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA Kolese Kanisius Jakarta, Andy mendapat beasiswa sekolah musik di Sekolah Musik Walter Hautzig di Harford, Connecticut, Amerika Serikat, untuk satu semester. Beasiswa itu dia peroleh dari Piano Petrof, sebuah lembaga yang memberikan beasiswa untuk anak-anak berbakat.
Sekembalinya ke Tanah Air karena beasiswa terputus, Andy menemui Fuad Hasan,
Menteri P & K saat itu yang tengah menjalin kerja sama dengan Belanda. Atas informasi dari Fuad bahwa Belanda memberikan beasiswa, Andy pun mengikuti tes dan lolos.
Di tengah kesulitan yang melanda, Andy tetap bersemangat mempelajari piano. Ia juga mengikuti berbagai ajang perlombaan seperti Kompetisi Musik Nasional Belanda dan berhasil meraih Eduard Elipse Award di tahun 1988. Lima tahun kemudian, ia membuktikan diri sebagai pianis jempolan di Nadia Boulanger Prize. Hadiah yang diperolehnya kala itu cukup untuk bertahan hidup selama beberapa bulan dan melunasi utang-utangnya. Kuliahnya di Fakultas Piano Koninklijk Conservatorium pun rampung. Andy berhasil meraih gelar master dengan predikat summa cum laude. Dengan gelar itu, Andy semakin percaya diri menatap masa depannya sebagai pianis.
Keberadaan di Belanda menjadi blessing, karena di Eropa negaranya banyak, sehingga karir saya bisa lebih terbuka," ujarnya seraya mengenang awal karirnya. Kuliah di luar negeri bukan tanpa cobaan. Pada 1993, hubungan Indonesia dengan Belanda terputus, akibatnya beasiswa pun ikut terputus. Karena kehabisan uang, selama berbulan-bulan Andy bahkan pernah makan nasi hanya dengan kecap, belum lagi utang yang kian hari kian menumpuk. Meski demikian, Andy tidak mau menyerah pada keadaan.
Di tengah kesulitan yang melanda, Andy tetap bersemangat mempelajari piano. Ia juga mengikuti berbagai ajang perlombaan seperti Kompetisi Musik Nasional Belanda dan berhasil meraih Eduard Elipse Award di tahun 1988. Lima tahun kemudian, ia membuktikan diri sebagai pianis jempolan di Nadia Boulanger Prize. Hadiah yang diperolehnya kala itu cukup untuk bertahan hidup selama beberapa bulan dan melunasi utang-utangnya. Kuliahnya di Fakultas Piano Koninklijk Conservatorium pun rampung. Andy berhasil meraih gelar master dengan predikat summa cum laude. Dengan gelar itu, Andy semakin percaya diri menatap masa depannya sebagai pianis.
Untuk genre musik yang diusungnya, kebanyakan orang sering menyebutnya sebagai pianis musik klasik namun ia menampiknya. Pria berkacamata ini lebih suka menyebut alirannya sebagai musik sastra. Sensibilitas pianis yang satu ini terhadap karya puisi memang terbilang tinggi. "Puisi itu seperti sudah bernada dan berbunyi menjadi musik," kata Andy. Tak jarang ia mendapat inspirasi dari banyak karya sastra yang dibacanya seperti karya dari beberapa sastrawan Spanyol, seperti Jorge Luis Borges atau Gabriel Garcia Marquest. Sementara untuk seniman sastra dalam negeri, Andy amat menggandrungi karya-karya Sapardi Djoko Damono, Ismail Marzuki, dan Eka Budianta.
Perlahan tapi pasti, kemampuan pianis muda ini semakin diperhitungkan. Undangan untuk tampil solo atau terlibat dalam konser simfoni orkestra di Eropa mulai menghampiri. Pengalaman konser di Eropa kemudian membawanya mengenal komponis kaliber dunia, salah satu diantaranya adalah musisi asal Inggris, Sir Michael Tippet. Tippet, bahkan menulis tentang interpretasi Ananda atas karyanya Sonata Piano No. 1 dalam CD The Pentatonic Connection (Erasmus WVH 139), "Saya cukup terkesima dengan kesegaran dan vitalis dari permainannya. Interpretasi Ananda Sukarlan memberikan karya tersebut kekuatan dan puisi yang mengangkatnya ke jenjang baru. Secara teknis permainannya tanpa cela dan kontrol suaranya serta keaneka-ragaman warna suaranya mengagumkan."
Ananda Sukarlan termasuk pianis yang aktif menggelar pertunjukan. Dalam setahun ia bisa mengadakan pertunjukan hingga 60 - 80 kali atau 5-7 kali per bulannya. Andy juga sering mendapat undangan untuk turut ambil bagian dalam orkes-orkes terkemuka dunia seperti di Rotterdam, Berlin, Madrid dan masih banyak lagi. Dengan musikalitasnya yang kian matang, ia pun mendapat kepercayaan untuk memberi resital piano tunggal di gedung-gedung konser paling bergengsi di Eropa seperti Concertgebouw Amsterdam, Philharmonie Berlin, Auditorio Nacional (Madrid), Rachmaninoff Hall (Moskow), serta Queen's Hall (Edinburg).
Lebih dari 70 komposisi musik untuk piano berupa concerto maupun solo telah ditulis khusus untuknya oleh berbagai komponis dunia untuk dimainkan Ananda antara lain Nancy Van der Vate dan Roderik de Man. Permainannya pun telah direkam dalam sejumlah CD oleh berbagai perusahaan rekaman Belanda, Austria, Italia, dan Spanyol. Rekamannya atas musik piano Theo Loevendie berhasil meraih urutan kedua dari Vienna Modern Masters Performers Recording Award (dikeluarkan dalam bentuk CD oleh VMM).
Musiknya telah banyak ditulis sebagai bahan disertasi dan tesis doktoral di beberapa universitas di 3 benua. Ia juga kerap didaulat sebagai pembicara untuk mengajar atau memberi ceramah, antara lain di Middlesex University (London), Edinburgh University, Griffith University (Queensland), Sydney Conservatory of Music, Maastricht Conservatory of Music, Monterrey Conservatory (Mexico) dan banyak konservatorium di Spanyol. Ia juga sering menuangkan pemikirannya dalam berbagai artikel mengenai musik di blognya serta beberapa majalah budaya di Spanyol dan Australia.
Namanya pun semakin dikenal sebagai musisi asal Indonesia yang karirnya mendunia. Sukses menjadi pianis bertaraf internasional tak membuat Andy lupa pada tanah kelahirannya. Sesekali ia menyempatkan diri untuk mudik dan menggelar konser. Pada Agustus 2000, Andy mengadakan sebuah konser recital piano eksklusif untuk Presiden RI Bapak Abdurrahman Wahid di Istana Merdeka.
Empat tahun kemudian, ia kembali menggelar konser Resital Piano di Tanah Air yang bertempat di Taman Ismail Marzuki (TIM). Dalam pertunjukannya waktu itu, Andy sukses membawakan empat komposisi lagu yakni Don`t Forget karya Gareth Faar (New Zealand), Little Passacaglia karya Peter Scultthurpe (Australia), Many Return to Bali karya Per Norgaard (Denmark), serta Ananda Mania karya Santiago Lanchares (Spanyol). Pianis yang pernah dijuluki 'A Brilliant Young Indonesian Pianist' ini juga menyajikan karya Chopin Nocturnes dan Sonatas karya A.A. Mozart, serta cuplikan karya Yaseed Djamin.
Pada akhir Juni 2010, Ananda Sukarlan berkolaborasi dengan koreografer dan penari Chendra Panatan menggelar konser bertajuk "5 Anniversary Years of Artistic Collaboration" di Gedung Kesenian Jakarta (24/6). Pentas itu dalam rangka menyambut HUT ibukota ke-483 dalam program "Jakarta Anniversary Festival VIII 2010" bertema "Jakarta dalam Potret & Gambar yang Bergerak, Suatu Dinamika Kota". Pagelaran ini menampilkan beberapa karya hasil kolaborasi keduanya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang telah dipagelarkan di Inggris, Spanyol dan Indonesia. Mereka juga telah bersama mendirikan Yayasan Musik sastra Indonesia (musik-sastra.com) bersama Ibu Pia Alisjahbana dan Bapak Dedi S Panigoro yang bertujuan memasyarakatkan seni pertunjukan terutama kepada mereka yang secara finansial tidak mampu.
Di pagelaran yang mencampur seni tari, sastra, musik dan lighting itu, mereka membawakan koreografi dengan musik oleh komponis David del Puerto, Santiago Lanchares dan Ananda Sukarlan sendiri. Juga ditampilkan duo Ananda Sukarlan dengan pianis muda berbakat Elwin Hendrijanto, memainkan "West Side Story Symphonic Dances" karya komponis Amerika Leonard Bernstein. Duo piano ini juga menutup konser dengan karya besar Ananda Sukarlan, "The Humiliation of Drupadi" yang sukses besar diperdanakan di Jakarta New Year Concert 2009.
Karena nilainya tak cukup untuk kenaikan kelas, ia drop out. Andy pun harus menghadapi ejekan dari teman-temannya. Namun Andy tidak terbawa keadaan. Kebulatan tekadnya untuk menjadi seorang pianis hebat sudah begitu menggebu sehingga mengalahkan semua aral dan rintangan. Semua ejekan dan hinaan disikapi bagai angin lalu. "Saya tidak pernah memikirkan saya berbakat atau tidak. Saya kira kalau kita ingin sesuatu jalani saja, pasti nanti Tuhan membantu," ucap Andy.
Doa dan tekad Andy mulai mendapat jawaban. Pada tahun 1986, setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA Kolese Kanisius Jakarta, Andy mendapat beasiswa sekolah musik di Sekolah Musik Walter Hautzig di Harford, Connecticut, Amerika Serikat, untuk satu semester. Beasiswa itu dia peroleh dari Piano Petrof, sebuah lembaga yang memberikan beasiswa untuk anak-anak berbakat.
Sekembalinya ke Tanah Air karena beasiswa terputus, Andy menemui Fuad Hasan,
Menteri P & K saat itu yang tengah menjalin kerja sama dengan Belanda. Atas informasi dari Fuad bahwa Belanda memberikan beasiswa, Andy pun mengikuti tes dan lolos.
Di tengah kesulitan yang melanda, Andy tetap bersemangat mempelajari piano. Ia juga mengikuti berbagai ajang perlombaan seperti Kompetisi Musik Nasional Belanda dan berhasil meraih Eduard Elipse Award di tahun 1988. Lima tahun kemudian, ia membuktikan diri sebagai pianis jempolan di Nadia Boulanger Prize. Hadiah yang diperolehnya kala itu cukup untuk bertahan hidup selama beberapa bulan dan melunasi utang-utangnya. Kuliahnya di Fakultas Piano Koninklijk Conservatorium pun rampung. Andy berhasil meraih gelar master dengan predikat summa cum laude. Dengan gelar itu, Andy semakin percaya diri menatap masa depannya sebagai pianis.
Keberadaan di Belanda menjadi blessing, karena di Eropa negaranya banyak, sehingga karir saya bisa lebih terbuka," ujarnya seraya mengenang awal karirnya. Kuliah di luar negeri bukan tanpa cobaan. Pada 1993, hubungan Indonesia dengan Belanda terputus, akibatnya beasiswa pun ikut terputus. Karena kehabisan uang, selama berbulan-bulan Andy bahkan pernah makan nasi hanya dengan kecap, belum lagi utang yang kian hari kian menumpuk. Meski demikian, Andy tidak mau menyerah pada keadaan.
Di tengah kesulitan yang melanda, Andy tetap bersemangat mempelajari piano. Ia juga mengikuti berbagai ajang perlombaan seperti Kompetisi Musik Nasional Belanda dan berhasil meraih Eduard Elipse Award di tahun 1988. Lima tahun kemudian, ia membuktikan diri sebagai pianis jempolan di Nadia Boulanger Prize. Hadiah yang diperolehnya kala itu cukup untuk bertahan hidup selama beberapa bulan dan melunasi utang-utangnya. Kuliahnya di Fakultas Piano Koninklijk Conservatorium pun rampung. Andy berhasil meraih gelar master dengan predikat summa cum laude. Dengan gelar itu, Andy semakin percaya diri menatap masa depannya sebagai pianis.
Untuk genre musik yang diusungnya, kebanyakan orang sering menyebutnya sebagai pianis musik klasik namun ia menampiknya. Pria berkacamata ini lebih suka menyebut alirannya sebagai musik sastra. Sensibilitas pianis yang satu ini terhadap karya puisi memang terbilang tinggi. "Puisi itu seperti sudah bernada dan berbunyi menjadi musik," kata Andy. Tak jarang ia mendapat inspirasi dari banyak karya sastra yang dibacanya seperti karya dari beberapa sastrawan Spanyol, seperti Jorge Luis Borges atau Gabriel Garcia Marquest. Sementara untuk seniman sastra dalam negeri, Andy amat menggandrungi karya-karya Sapardi Djoko Damono, Ismail Marzuki, dan Eka Budianta.
Perlahan tapi pasti, kemampuan pianis muda ini semakin diperhitungkan. Undangan untuk tampil solo atau terlibat dalam konser simfoni orkestra di Eropa mulai menghampiri. Pengalaman konser di Eropa kemudian membawanya mengenal komponis kaliber dunia, salah satu diantaranya adalah musisi asal Inggris, Sir Michael Tippet. Tippet, bahkan menulis tentang interpretasi Ananda atas karyanya Sonata Piano No. 1 dalam CD The Pentatonic Connection (Erasmus WVH 139), "Saya cukup terkesima dengan kesegaran dan vitalis dari permainannya. Interpretasi Ananda Sukarlan memberikan karya tersebut kekuatan dan puisi yang mengangkatnya ke jenjang baru. Secara teknis permainannya tanpa cela dan kontrol suaranya serta keaneka-ragaman warna suaranya mengagumkan."
Ananda Sukarlan termasuk pianis yang aktif menggelar pertunjukan. Dalam setahun ia bisa mengadakan pertunjukan hingga 60 - 80 kali atau 5-7 kali per bulannya. Andy juga sering mendapat undangan untuk turut ambil bagian dalam orkes-orkes terkemuka dunia seperti di Rotterdam, Berlin, Madrid dan masih banyak lagi. Dengan musikalitasnya yang kian matang, ia pun mendapat kepercayaan untuk memberi resital piano tunggal di gedung-gedung konser paling bergengsi di Eropa seperti Concertgebouw Amsterdam, Philharmonie Berlin, Auditorio Nacional (Madrid), Rachmaninoff Hall (Moskow), serta Queen's Hall (Edinburg).
Lebih dari 70 komposisi musik untuk piano berupa concerto maupun solo telah ditulis khusus untuknya oleh berbagai komponis dunia untuk dimainkan Ananda antara lain Nancy Van der Vate dan Roderik de Man. Permainannya pun telah direkam dalam sejumlah CD oleh berbagai perusahaan rekaman Belanda, Austria, Italia, dan Spanyol. Rekamannya atas musik piano Theo Loevendie berhasil meraih urutan kedua dari Vienna Modern Masters Performers Recording Award (dikeluarkan dalam bentuk CD oleh VMM).
Musiknya telah banyak ditulis sebagai bahan disertasi dan tesis doktoral di beberapa universitas di 3 benua. Ia juga kerap didaulat sebagai pembicara untuk mengajar atau memberi ceramah, antara lain di Middlesex University (London), Edinburgh University, Griffith University (Queensland), Sydney Conservatory of Music, Maastricht Conservatory of Music, Monterrey Conservatory (Mexico) dan banyak konservatorium di Spanyol. Ia juga sering menuangkan pemikirannya dalam berbagai artikel mengenai musik di blognya serta beberapa majalah budaya di Spanyol dan Australia.
Namanya pun semakin dikenal sebagai musisi asal Indonesia yang karirnya mendunia. Sukses menjadi pianis bertaraf internasional tak membuat Andy lupa pada tanah kelahirannya. Sesekali ia menyempatkan diri untuk mudik dan menggelar konser. Pada Agustus 2000, Andy mengadakan sebuah konser recital piano eksklusif untuk Presiden RI Bapak Abdurrahman Wahid di Istana Merdeka.
Empat tahun kemudian, ia kembali menggelar konser Resital Piano di Tanah Air yang bertempat di Taman Ismail Marzuki (TIM). Dalam pertunjukannya waktu itu, Andy sukses membawakan empat komposisi lagu yakni Don`t Forget karya Gareth Faar (New Zealand), Little Passacaglia karya Peter Scultthurpe (Australia), Many Return to Bali karya Per Norgaard (Denmark), serta Ananda Mania karya Santiago Lanchares (Spanyol). Pianis yang pernah dijuluki 'A Brilliant Young Indonesian Pianist' ini juga menyajikan karya Chopin Nocturnes dan Sonatas karya A.A. Mozart, serta cuplikan karya Yaseed Djamin.
Pada akhir Juni 2010, Ananda Sukarlan berkolaborasi dengan koreografer dan penari Chendra Panatan menggelar konser bertajuk "5 Anniversary Years of Artistic Collaboration" di Gedung Kesenian Jakarta (24/6). Pentas itu dalam rangka menyambut HUT ibukota ke-483 dalam program "Jakarta Anniversary Festival VIII 2010" bertema "Jakarta dalam Potret & Gambar yang Bergerak, Suatu Dinamika Kota". Pagelaran ini menampilkan beberapa karya hasil kolaborasi keduanya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang telah dipagelarkan di Inggris, Spanyol dan Indonesia. Mereka juga telah bersama mendirikan Yayasan Musik sastra Indonesia (musik-sastra.com) bersama Ibu Pia Alisjahbana dan Bapak Dedi S Panigoro yang bertujuan memasyarakatkan seni pertunjukan terutama kepada mereka yang secara finansial tidak mampu.
Di pagelaran yang mencampur seni tari, sastra, musik dan lighting itu, mereka membawakan koreografi dengan musik oleh komponis David del Puerto, Santiago Lanchares dan Ananda Sukarlan sendiri. Juga ditampilkan duo Ananda Sukarlan dengan pianis muda berbakat Elwin Hendrijanto, memainkan "West Side Story Symphonic Dances" karya komponis Amerika Leonard Bernstein. Duo piano ini juga menutup konser dengan karya besar Ananda Sukarlan, "The Humiliation of Drupadi" yang sukses besar diperdanakan di Jakarta New Year Concert 2009.
Berbagai penghargaan bergengsi juga telah diraihnya. Misalnya dari Guinness Book of Record atas keberhasilannya memperdanakan 38 karya baru dalam Festival Musik Modern di Alicante-Spanyol pada September 1995. Terakhir, namanya masuk sebagai satu-satunya musisi Indonesia dalam The International Who's Who in Music dan 2000 Outstanding Musicians on the 20th Century. Dengan segudang prestasi itu, Andy semakin mengharumkan nama bangsa. Ia adalah musisi Tanah Air pertama yang membuka kembali hubungan kebudayaan Indonesia-Portugal dengan memenuhi undangan sebagai solois di Orkes Simfoni Nasional Portugal (Orquestra Sinfinica Nacional Portuguesa) pada akhir tahun 2000.
Masih di tahun yang sama, tepatnya pada Oktober 2000, Ratu Sofia dari Spanyol mengundangnya untuk konser pada acara malam gala Queen Sofia Prize di Madrid, Spanyol, yang disiarkan di televisi semua negara Eropa Barat. Dua tahun berselang, Andy terikat dengan berbagai kontrak konser di antaranya kontrak dengan komponis besar Perancis Pierre Boulez untuk mengadakan tur konser ke-11 kota di antaranya Helsinkski, Oslo, Santiago, Paris untuk mempergelarkan karya untuk piano, ensemble dan komputer.
Pada tahun 1998, pengagum tokoh musik Lenock Berstain dan Stravinsky ini pindah ke Spanyol, tinggal di kawasan pegunungan Spanyol utara, bersama istrinya yang berkebangsaan Spanyol, Raquel Gomez. Raquel adalah mantan asistennya ketika konser di Spanyol. Pasangan ini dikaruniai seorang putri bernama Alicia Pirena Sukarlan. Keluarga musisi ini menikmati hidup di rumah berhalaman luas yang dirawat sendiri. Di rumah yang sudah lama diimpikannya itu, Andy leluasa melakukan hobinya berkebun dan berenang.
Masih di tahun yang sama, tepatnya pada Oktober 2000, Ratu Sofia dari Spanyol mengundangnya untuk konser pada acara malam gala Queen Sofia Prize di Madrid, Spanyol, yang disiarkan di televisi semua negara Eropa Barat. Dua tahun berselang, Andy terikat dengan berbagai kontrak konser di antaranya kontrak dengan komponis besar Perancis Pierre Boulez untuk mengadakan tur konser ke-11 kota di antaranya Helsinkski, Oslo, Santiago, Paris untuk mempergelarkan karya untuk piano, ensemble dan komputer.
Pada tahun 1998, pengagum tokoh musik Lenock Berstain dan Stravinsky ini pindah ke Spanyol, tinggal di kawasan pegunungan Spanyol utara, bersama istrinya yang berkebangsaan Spanyol, Raquel Gomez. Raquel adalah mantan asistennya ketika konser di Spanyol. Pasangan ini dikaruniai seorang putri bernama Alicia Pirena Sukarlan. Keluarga musisi ini menikmati hidup di rumah berhalaman luas yang dirawat sendiri. Di rumah yang sudah lama diimpikannya itu, Andy leluasa melakukan hobinya berkebun dan berenang.
Sejak itu, praktis Andy lebih memilih berkarir di luar negeri terutama Eropa. Alasannya, kalau di luar negeri, ia merasa lebih berguna bagi orang Indonesia karena ia memainkan karya komponis Indonesia di sana. Selain itu, masyarakat luar negeri lebih dapat mengapresiasi kerja keras para seniman musik berprestasi dengan memberikan penghargaan materi yang setimpal.
Selain itu, Andy menyimpan keprihatinan mendalam terhadap kondisi musik di Tanah Air yang menurutnya sudah dalam fase yang amat parah. Terutama industri musik pop karena dianggap tidak berkembang dan miskin pemusik yang idealis. Andy membandingkan industri musik pop saat ini yang jauh berbeda dengan tahun 1970-an. Di masa itu, menurutnya lagu-lagu pop dibuat dengan komposisi dan harmonisasi yang baik.
Selain itu, Andy menyimpan keprihatinan mendalam terhadap kondisi musik di Tanah Air yang menurutnya sudah dalam fase yang amat parah. Terutama industri musik pop karena dianggap tidak berkembang dan miskin pemusik yang idealis. Andy membandingkan industri musik pop saat ini yang jauh berbeda dengan tahun 1970-an. Di masa itu, menurutnya lagu-lagu pop dibuat dengan komposisi dan harmonisasi yang baik.
Minat masyarakat Indonesia terhadap musik klasik juga ia nilai masih kurang, bahkan bisa dikatakan cukup tertinggal. Kurikulum yang ada di sekolah, utamanya musik, untuk mengenalkan musik klasik juga masih minim. Untuk mengatasi permasalah pelik seperti itu, perhatian dari pemerintah mutlak diperlukan. eti | muli, mlp
Sumber: www.tokohindonesia.com
Copyright © tokohindonesia.com
Sumber: www.tokohindonesia.com
Copyright © tokohindonesia.com
Minggu, 22 September 2013
Konser 05 Okt. '13: Haydn Piano Concerto & Mozart Symphony 39
Dalam konser 5 Oktober 2013 di Aula Simfonia Jakarta, akan menampilkan dua karya besar dari Haydn dan Mozart (selain itu ada karya-karya lain yang juga dipentaskan).
Pertama, Franz Joseph Haydn (1732-1809). Haydn mengatakan: "Allah mengaruniaiku hati yang gembira maka Dia pun pasti akan mengampuniku bila aku melayaniNya dengan gembira". Haydn merupakan salah seorang komponis paling produktif dan bijak dalam sejarah. Musik Haydn mengandung keceriaan, keindahan, kelogisan, keteraturan, keagungan, kesegaran imajinasi dan humor. Haydn menghargai Allah dan keteraturan dalam ciptaanNya. Haydn berkata: "hanya ada sedikit orang yang berbahagia dan mendapatkan kepuasan di bumi ini; di mana-mana kedukaan dan kesusahanlah yang tampak; barangkali hasil kerjamu suatu hari nanti dapat menjadi sumber di mana mereka yang letih lesu atau mereka yang disusahkan dengan segala urusannya dapat mendapatkan saat-saat yang menenangkan dan melegakan".
Haydn lahir dalam keluarga yang sederhana dan hidup miskin. Karnea menang atas berbagai kesulitannya dengan kegigihan dan akalnya yang panjang, Haydn menjadi salah seorang dengan semangat paling independen dalam sejarah musik, dan salah seorang yang paling tenang dan disiplin. Ia selalu menganggap tindakan menggubah musik sebagai pekerjaan, sehingga iapun mengatur waktu yang teratur untuk menggubah. Ketika tidak ada ide datang, ia berdoa untuk mendapatkannya. Ketika ide itu datang, ia bekerja dengan kerajinan yang tak henti-hentinya. Sayang, ia mendapat istri yang bukan saja tidak mengerti musik tetapi menggunakan naskah musik Haydn sebagai kertas alas kue atau kertas keriting rambut. Haydn begitu dekat dengan Mozart dan merupakan guru dari Beethoven.
(Saksikan Presentasi Musikal dari Dr. Billy Kristanto mengenai Piano Concerto Haydn di link ini)
Kedua, dalam konser itu juga akan dipentaskan karya Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang memanggil Haydn sebagai "Papa Haydn". Setiap kali Goethe berbicara tentang natur seorang yang jenius, ia pasti akan berbicara tentang Mozart, yang tampak baginya sebagai "inkarnasi manusia dari kekuatan ilahi atas penciptaan". Talentanya dalam menciptakan musik bagaikan suatu fenomena kosmik. Sejak usia 4 tahun hingga 35 tahun ia menulis begitu banyak sehingga seseorang takkan mampu mendengarkan setengah dari gubahan musiknya meski didengarkan sepanjang hidup.
Meski hidupnya sulit, kesulitan itu tidak tampak dalam musiknya. Ia tetap menggubah musik yang riang. Mozart memiliki karakter bersemangat, riang gembira, penuh humor, lincah yang tampak dalam musiknya. Musiknya merupakan perpaduan sempurna gaya musik Italia, Jerman dan Prancis. Pada umumnya, cita rasa merupakan kekhususan kesenian Italia, dan pengetahuan merupakan kesenian Jerman. Kontribusi Prancis adalah keanggunan. Pada usia 6 ia sudah menggubah minuet (ragam tari lincah dari Prancis dengan birama 3/4); umur 9 menggubah simfoni, umur 11 menulis oratorio dan setahun kemudian menghasilkan opera.
Symphony No. 39 merupakan 3 symphony terakhir yang besar (39, 40, 41) yang dihasilkan hanya dalam 6 minggu pada tahun 1788. Konser kali ini akan dipenuhi musik-musik lincah dan riang. Alangkah sayangnya melewatkan konser klasik yang indah ini.
Pianis dan Conductor dari konser kali ini adalah Billy Kristanto, Ph.D, Th.D. Ia mempelajari musik di bawah Ton Koopman dan Silke Leopold di Eropa dan terakhir mendapatkan Ph.D dalam musikologi dari Universitas Heidelberg Jerman. Ia juga mendapatkan Doctor of Theology dari universitas yang sama. Dr. Billy telah mementas baik sebagai pianis maupun Conductor di berbagai konser di dalam dan luar negeri.
Ada dua soprano dalam konser ini. Pertama, Natalia Kumkova. Ia lahir di Leningrad dan mempelajari musik dalam sekolah lokal di sana. Setelah itu ia diterima di Rimsky-Korsakov Choral College di mana ia mempelajari Choral Conducting, Piano, dan Soprano dan memperoleh First Prize in Accompaniment. Setelah itu ia studi di bawah Tatiana Nemkina di Leningrad State Conservatory. Sejak lama ia telah menjadi soprano di St. Petersburg Chamber Choir di bawah Conductor Nikolai Kornev. Ia pernah pentas bersama orkestra-orkestra besar seperti New York, London, Berlin, Rotterdam di berbagai gedung konser bergengsi di dunia. Saat ini berdomisili di Singapura.
Soprano kedua adalah Elsa Pardosi. Ia menyelesaikan Bachelor of Church Music di Singapore Bible College. Kemudian ia menyelesaikan studi Postgraduate Diploma in Music Pedagogy dari Kodaly Institute of Ferenc Liszt Music Academy of Budapest, Hungaria. Ia pernah bernyanyi dalam berbagai konser penting dan kebaktian-kebaktian akbar yang dihadiri ribuan orang.
(catatan mengenai biografi Haydn dan Mozart dicuplik dari Jane Stuart Smith dan Betty Carlson, "Karunia Musik" [Surabaya: Momentum])
Pertama, Franz Joseph Haydn (1732-1809). Haydn mengatakan: "Allah mengaruniaiku hati yang gembira maka Dia pun pasti akan mengampuniku bila aku melayaniNya dengan gembira". Haydn merupakan salah seorang komponis paling produktif dan bijak dalam sejarah. Musik Haydn mengandung keceriaan, keindahan, kelogisan, keteraturan, keagungan, kesegaran imajinasi dan humor. Haydn menghargai Allah dan keteraturan dalam ciptaanNya. Haydn berkata: "hanya ada sedikit orang yang berbahagia dan mendapatkan kepuasan di bumi ini; di mana-mana kedukaan dan kesusahanlah yang tampak; barangkali hasil kerjamu suatu hari nanti dapat menjadi sumber di mana mereka yang letih lesu atau mereka yang disusahkan dengan segala urusannya dapat mendapatkan saat-saat yang menenangkan dan melegakan".
Haydn lahir dalam keluarga yang sederhana dan hidup miskin. Karnea menang atas berbagai kesulitannya dengan kegigihan dan akalnya yang panjang, Haydn menjadi salah seorang dengan semangat paling independen dalam sejarah musik, dan salah seorang yang paling tenang dan disiplin. Ia selalu menganggap tindakan menggubah musik sebagai pekerjaan, sehingga iapun mengatur waktu yang teratur untuk menggubah. Ketika tidak ada ide datang, ia berdoa untuk mendapatkannya. Ketika ide itu datang, ia bekerja dengan kerajinan yang tak henti-hentinya. Sayang, ia mendapat istri yang bukan saja tidak mengerti musik tetapi menggunakan naskah musik Haydn sebagai kertas alas kue atau kertas keriting rambut. Haydn begitu dekat dengan Mozart dan merupakan guru dari Beethoven.
(Saksikan Presentasi Musikal dari Dr. Billy Kristanto mengenai Piano Concerto Haydn di link ini)
Kedua, dalam konser itu juga akan dipentaskan karya Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang memanggil Haydn sebagai "Papa Haydn". Setiap kali Goethe berbicara tentang natur seorang yang jenius, ia pasti akan berbicara tentang Mozart, yang tampak baginya sebagai "inkarnasi manusia dari kekuatan ilahi atas penciptaan". Talentanya dalam menciptakan musik bagaikan suatu fenomena kosmik. Sejak usia 4 tahun hingga 35 tahun ia menulis begitu banyak sehingga seseorang takkan mampu mendengarkan setengah dari gubahan musiknya meski didengarkan sepanjang hidup.
Meski hidupnya sulit, kesulitan itu tidak tampak dalam musiknya. Ia tetap menggubah musik yang riang. Mozart memiliki karakter bersemangat, riang gembira, penuh humor, lincah yang tampak dalam musiknya. Musiknya merupakan perpaduan sempurna gaya musik Italia, Jerman dan Prancis. Pada umumnya, cita rasa merupakan kekhususan kesenian Italia, dan pengetahuan merupakan kesenian Jerman. Kontribusi Prancis adalah keanggunan. Pada usia 6 ia sudah menggubah minuet (ragam tari lincah dari Prancis dengan birama 3/4); umur 9 menggubah simfoni, umur 11 menulis oratorio dan setahun kemudian menghasilkan opera.
Symphony No. 39 merupakan 3 symphony terakhir yang besar (39, 40, 41) yang dihasilkan hanya dalam 6 minggu pada tahun 1788. Konser kali ini akan dipenuhi musik-musik lincah dan riang. Alangkah sayangnya melewatkan konser klasik yang indah ini.
Pianis dan Conductor dari konser kali ini adalah Billy Kristanto, Ph.D, Th.D. Ia mempelajari musik di bawah Ton Koopman dan Silke Leopold di Eropa dan terakhir mendapatkan Ph.D dalam musikologi dari Universitas Heidelberg Jerman. Ia juga mendapatkan Doctor of Theology dari universitas yang sama. Dr. Billy telah mementas baik sebagai pianis maupun Conductor di berbagai konser di dalam dan luar negeri.
Ada dua soprano dalam konser ini. Pertama, Natalia Kumkova. Ia lahir di Leningrad dan mempelajari musik dalam sekolah lokal di sana. Setelah itu ia diterima di Rimsky-Korsakov Choral College di mana ia mempelajari Choral Conducting, Piano, dan Soprano dan memperoleh First Prize in Accompaniment. Setelah itu ia studi di bawah Tatiana Nemkina di Leningrad State Conservatory. Sejak lama ia telah menjadi soprano di St. Petersburg Chamber Choir di bawah Conductor Nikolai Kornev. Ia pernah pentas bersama orkestra-orkestra besar seperti New York, London, Berlin, Rotterdam di berbagai gedung konser bergengsi di dunia. Saat ini berdomisili di Singapura.
Soprano kedua adalah Elsa Pardosi. Ia menyelesaikan Bachelor of Church Music di Singapore Bible College. Kemudian ia menyelesaikan studi Postgraduate Diploma in Music Pedagogy dari Kodaly Institute of Ferenc Liszt Music Academy of Budapest, Hungaria. Ia pernah bernyanyi dalam berbagai konser penting dan kebaktian-kebaktian akbar yang dihadiri ribuan orang.
(catatan mengenai biografi Haydn dan Mozart dicuplik dari Jane Stuart Smith dan Betty Carlson, "Karunia Musik" [Surabaya: Momentum])
Langganan:
Postingan (Atom)